Jarred Shaw – Nama Jarred Shaw, pebasket asing yang sempat memperkuat tim IBL (Indonesian Basketball League), kini tercoreng akibat pengakuan mengejutkannya. Ia tertangkap tangan membawa permen yang mengandung ganja dalam koper pribadinya saat tiba di Indonesia. Tapi yang lebih mengguncang, ia mengaku bahwa barang itu tak hanya untuk konsumsi pribadi—melainkan untuk dibagi ke rekan-rekannya sesama pebasket.
Bukan sekadar main-main. Ini bukan kasus iseng atau kesalahan kecil dalam pengepakan barang. Shaw dengan enteng mengakui bahwa niatnya memang membagikan “permen ajaib” itu sebagai oleh-oleh santai. Namun, yang ia bawa bukan cokelat biasa, melainkan produk mengandung tetrahydrocannabinol (THC)—zat aktif dalam ganja yang jelas-jelas dilarang di Indonesia. Negara ini memiliki regulasi ketat terhadap narkotika, bahkan dalam bentuk olahan ringan seperti edibles.
Permen Ganja: Simbol Kebebasan atau Bukti Ketidakpedulian?
Jarred Shaw bukanlah remaja labil atau pemuda baru kenal dunia. Ia adalah seorang profesional dengan pengalaman internasional. Maka, ketika ia membawa produk ganja ke negeri dengan hukum keras terhadap narkotika, publik pun bertanya: apakah ini bentuk kesengajaan? Atau justru bukti arogansi atlet asing yang merasa kebal terhadap hukum lokal?
Di negara asalnya, mungkin mengonsumsi ganja dalam bentuk permen atau brownies sudah menjadi hal biasa—bahkan dilegalkan di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Tapi konteks di Indonesia sepenuhnya berbeda. Ini bukan soal legalitas pribadi, tapi soal menghormati norma dan aturan negara tempat ia bekerja. Membawa ganja, bahkan dalam bentuk “manis-manis” yang tampak remeh, adalah tindakan sembrono yang tak bisa dimaafkan begitu saja.
Siapa Saja yang Disebut Shaw dalam Skema ‘Permen’?
Pengakuan Shaw bahwa ia hendak membagikan permen ganja ke rekan-rekan pebasket membuka pertanyaan besar: siapa saja yang di maksud? Apakah ada jaringan konsumsi ganja yang lebih luas di kalangan atlet basket? Apakah ini hanya bagian dari budaya senyap yang sudah berlangsung lama tapi selama ini tertutup rapat?
Pihak kepolisian hingga saat ini belum merilis daftar nama penerima “permen spesial” tersebut. Namun, kegelisahan mulai tumbuh di kalangan penggemar olahraga. Wibawa liga dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia basket Indonesia pun mulai di guncang. Jika benar ada pemain lain yang juga ikut mengonsumsi atau menunggu ‘oleh-oleh’ tersebut, maka IBL harus bergerak cepat untuk membersihkan rumahnya sebelum semuanya terlambat.
IBL Tersudut: Wajah Liga dalam Krisis Moral
Keterlibatan pemain asing dalam kasus narkotika bukan hal baru di dunia olahraga, tapi tetap menjadi mimpi buruk bagi setiap liga. IBL kini berada dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, mereka ingin membuka pintu bagi pemain asing demi meningkatkan kualitas kompetisi. Di sisi lain, mereka tidak bisa membiarkan liga lokal tercemar oleh skandal situs slot kamboja internasional.
Shaw bukan pemain sembarangan. Ia di kenal sebagai sosok dominan di lapangan dengan postur menjulang dan gaya bermain agresif. Namun, dengan pengakuannya soal ganja, ia mengikis semua citra baik yang telah di bangun. Bahkan lebih parah, ia menyeret rekan-rekannya yang belum tentu tahu-menahu soal rencananya. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi penghianatan terhadap kepercayaan.
Reaksi Publik: Amarah dan Kecewa Bertubi-tubi
Media sosial langsung meledak dengan amarah. Banyak netizen mengecam keras tindakan Shaw, menyebutnya tak menghormati negeri tempat ia mencari nafkah. Tak sedikit pula yang menuntut IBL lebih tegas dalam menyeleksi pemain asing. Sorotan tajam mengarah ke manajemen tim dan liga yang di anggap lengah dan terlalu permisif.
Bagi publik Indonesia, isu ganja bukan hal sepele. Dengan hukum yang ketat dan stigma yang masih kuat, kasus seperti ini memantik kemarahan kolektif. Apalagi jika pelakunya adalah figur publik yang di gemari anak muda. Bukannya memberi contoh, Jarred Shaw justru menyuguhkan “permen beracun” yang berpotensi menghancurkan masa depan banyak orang.
Kini, nama Jarred Shaw tak lagi identik dengan aksi ciamik di bawah ring. Ia menjadi simbol kelalaian, pembangkangan, dan sikap tak peduli terhadap hukum negeri orang. Dan yang paling ironis? Semua ini berawal dari ‘permen’. Permen yang tak semanis kelihatannya.